Legalitas Cryptocurrency sebagai Alat Tukar dalam Transaksi di Indonesia

Introduction

Dalam sistem pembayaran yang mulai beralih dari penggunaan uang fisik menjadi uang elektronik dan sebagai dampak dari mudah dan cepatnya penyebaran informasi yang disebabkan kemajuan teknologi yang pesat, masyarakat mulai mengenal mata uang crypto, atau yang dikenal dengan sebutan cryptocurrency. Cryptocurrency adalah mata uang digital atau virtual yang didukung oleh sistem kriptografi, atau sistem keamanan informasi.[1] Sama halnya dengan mata uang rupiah, cryptocurrency dapat ditukarkan dari dan menjadi mata uang lainnya. Dengan banyaknya variasi pembayaran yang dapat dengan mudah diakses, bagaimana sistem pembayaran elektronik terkait cryptocurrency, legalitas dan penggunaan cryptocurrency sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia berdampak pada keadaan ekonomi Indonesia, baik positif maupun negatif. Penggunaan cryptocurrency dalam kegiatan ekonomi di Indonesia memerlukan adanya suatu kepastian hukum yang bertujuan untuk memastikan bahwa segala aktivitas ekonomi yang menggunakan cryptocurrency dapat berlangsung sesuai dengan peruntukannya tanpa memberikan kerugian pada pihak manapun, serta sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai pedoman berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia.

Formulation of Issues

Artikel ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan topik yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya, seperti:

  1. Apakah cryptocurrency diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia?
  2. Bagaimanakah batasan-batasan penggunaan cryptocurrency dalam aktivitas ekonomi di Indonesia?

Discussion

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan cryptocurrency pasti memiliki dampak bagi aktivitas ekonomi Indonesia. Meskipun penggunaan cryptocurrency dapat memberikan dampak positif seperti [1]menyediakan keamanan keuangan yang kuat, [2]memberikan kemudahan dalam bertransaksi secara global, dan [3]memungkinkan pembayaran untuk dilakukan dari satu pihak ke pihak lain tanpa perantara, cryptocurrency juga memberikan dampak negatif bagi ekonomi Indonesia seperti [1]memunculkan adanya kemungkinan tindak pidana cyber, [2]menyebabkan nilai tukar menjadi tidak terkontrol yang berujung pada inflasi, dan [3]mengurangi atau bahkan menghilangkan pengaruh kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh bank sentral.[1] Fakta-fakta tersebut adalah alasan di balik mengapa penting untuk menerapkan suatu sistem perundang-undangan yang mengatur tentang batas-batas penggunaan cryptocurrency sebagai alat tukar atau instrumen pembayaran di Indonesia. Belum lagi, bahwa Indonesia merupakan negara hukum, yang berarti bahwa setiap aktivitas yang berada di dalam Indonesia harus berdasarkan pada peraturan hukum. Maka dari itu, penggunaan cryptocurrency, seperti jual-beli crypto coin, penyelenggaraan pasar fisik crypto, transaksi elektronik menggunakan cryptocurrency, dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan penggunaan cryptocurrency  haruslah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Pasal 28C Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”[2] Artinya adalah tiap-tiap dari masyarakat Indonesia diperbolehkan secara hukum untuk memperoleh manfaat dari teknologi yang berkembang pesat, termasuk dalam hal pembayaran. Hal demikian juga didukung oleh Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyebutkan bahwa “Setiap

orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”[1]

Meskipun demikian, cryptocurrency tidak dapat dipergunakan secara sembarangan. Di Indonesia, cryptocurrency dianggap sebagai alat tukar atau instrumen pembayaran yang sah, dikarenakan mata uang atau currency yang dianggap sah sebagai alat tukar atau instrumen pembayaran di Indonesia hanyalah mata uang Rupiah.[2] Hal ini tercantum dalam Pasal 8(2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, yang menegaskan bahwa Penyelenggara Teknologi Finansial dilarang untuk melakukan kegiatan sistem pembayaran menggunakan virtual currency.[3] Virtual Currency itu sendiri dapat diartikan sebagai perwakilan nilai moneter yang diterbitkan dalam bentuk elektronik, yang didasarkan pada sebuah mekanisme.[4] Cryptocurrency merupakan mata uang yang termasuk dalam virtual currency dikarenakan cryptocurrency merupakan perwakilan nilai moneter, diterbitkan dalam bentuk elektronik, dan didasarkan pada mekanisme pertambangan (mining). Alasan dibalik dilarangnya cryptocurrency sebagai alat tukar atau instrumen pembayaran di Indonesia adalah dikarenakan tidak berbentuk rupiah, tidak dikeluarkan oleh bank sentral, dan memiliki nilai tukar yang inkonsisten.

Pada dasarnya, cryptocurrency tidak sepenuhnya dilarang di Indonesia. Beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia memperbolehkan penggunaan cryptocurrency, selama sebagai barang komoditas. Sebagai contoh, Pasal 1 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset) menyebutkan bahwa “Aset Kripto (Crypto Asset) ditetapkan sebagai Komoditi yang dapat dijadikan Subjek Kontrak Berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka.”[5] Selain itu, Pasal 1 poin 7

Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Aset Kripto itu sendiri adalah “Komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.[1] Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Komoditi atau Komoditas berarti barang dagangan pokok yang dapat diklasifikasikan menurut kualitas standar Internasional.[2] Dalam kata lain, komoditi adalah subjek utama perdagangan yang dapat diperjualbelikan. Artinya, cryptocurrency dapat dipergunakan di Indonesia, selama bukan sebagai alat tukar atau instrumen pembayaran dalam suatu kegiatan perdagangan, melainkan sebagai subjek utama perdagangan tersebut atau sebagai subjek yang diperdagangkan, meskipun pada kenyataannya, masih ada beberapa pedagang atau merchant yang menerima cryptocurrency sebagai instrumen pembayarannya.

Dilansir dari CNN Indonesia.com, Bank Indonesia (BI) mengidentifikasi 44 pedagang atau merchant di wilayah Bali, yang bergerak di bidang perhotelan, jasa sewa kendaraan, kafe, hingga paket wisata yang menerima transaksi mata uang cryptocurrency, khususnya Bitcoin, dikarenakan pengaruh kebiasaan warga negara asing yang menggunakan Bitcoin sebagai alat transaksi.[3] Hal ini jelas merupakan pelanggaran terhadap Pasal 1 Permendag Nomor 99 Tahun 2018 seperti yang telah disebutkan sebelumnya dikarenakan pasal tersebut menegaskan bahwa cryptocurrency ditetapkan sebagai komoditi, bukan sebagai alat transaksi. Selain itu, transaksi cryptocurrency yang dilakukan oleh para warga negara asing kepada para pedagang dan merchant tersebut juga merupakan pelanggaran terhadap Pasal 8(2) Peraturan BI Nomor 19/12/PBI/2017 yang dengan tegas dan jelas melarang kegiatan sistem pembayaran

menggunakan virtual currency. Pada dasarnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa penggunaan cryptocurrency di Indonesia dibatasi sebagai barang komoditi.

Selain dari alasan-alasan di atas, alasan yang paling mendasari pembatasan cryptocurrency sebagai barang komoditi adalah tidak terpenuhinya syarat-syarat uang, yang meliputi kemudahan untuk dibawa, tahan lama, dapat dipecah menjadi unit-unit yang lebih kecil, dapat distandardisasi, diakui, dan nilainya stabil.[1] Beberapa syarat seperti kemudahan, tahan lama, dan dapat dipecah telah dipenuhi dikarenakan cryptocurrency itu sendiri terhubung dengan jaringan internet, sehingga mudah dibawa. Selain itu, dikarenakan sifatnya tak berwujud, maka cryptocurrency juga tahan lama. Cryptocurrency juga dapat dipecah menjadi unit yang lebih kecil. Akan tetapi, cryptocurrency tidak diterbitkan oleh pihak berwenang, tidak diakui oleh bank sentral yang berwenang, dan nilainya tidak stabil, sehingga tidak memenuhi syarat-syarat lainnya. Dengan demikian, dikarenakan cryptocurrency tidak memenuhi persyaratan uang sebagai alat transaksi, maka penggunaannya cryptocurrency terbatas pada fungsinya sebagai barang komoditi.

Need Help? Chat with us
Please accept our privacy policy first to start a conversation.