Masih hangat di telinga masyarakat kejadian yang viral di media sosial di mana seorang mahasiswi menerobos jalur bus Transjakarta dengan mengendarai mobil sport mewah di Jl. Sultan Iskandar Muda sehingga mengakibatkan laju bus terhenti, atas ulah mahasiswi tersebut Polisi kemudian melakukan penyitaan terhadap mobil sport mewah yang dikendarai mahasiswi yang berinisial SA tersebut.
Lebih lanjut, dalam salah satu portal berita online swasta nasional, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo mengatakan bahwa penyitaan kendaraan milik SA dilakukan dengan alasan agar memberikan efek jera kepada masyarakat. Namun, apakah dengan alasan membuat jera tersebut dapat dijadikan dasar bagi Polisi untuk melakukan penyitaan kendaraan bermotor?
Sebelumnya perlu diketahui bahwa dalam Pasal 1 angka 16 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan mengenai penyitaan. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Dalam KUHAP selain dalam Pasal 1 angka 16, penyitaan juga diatur dalam beberapa Pasal lainnya yaitu, Pasal 38 – 46, Pasal 82 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 128 – 130, Pasal 194 dan Pasal 215. Jika mengacu pada isi ketentuan Pasal-Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa penyitaan adalah tindakan hukum yang dilakukan pada taraf penyidikan dan pada dasarnya penyitaan merupakan wewenang dan fungsi penyidikan. Oleh karena itu, Pasal 38 KUHAP dengan tegas menyatakan bila penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik.
Sejalan dengan ketentuan Pasal 38 KUHAP, terkait penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 260 ayat (1) Huruf d Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) juga menegaskan bahwa penyidik memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan penyitaan yang dalam hal ini adalah mobil sport mewah milik SA. Dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa “penyidik berwenang melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti”. Kewenangan penyidik terhadap penyitaan kendaraan bermotor juga selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 270 UU LLAJ yang berbunyi “Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan yang diduga berhubungan dengan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”
Berdasarkan penjelasan di atas, kembali dapat diketahui bahwa sejatinya pihak Kepolisian memang memiliki kewenangan untuk dapat melakukan penyitaan terhadap barang bukti pelanggaran lalu lintas yang salah satunya adalah kendaraan bermotor sebagaimana disebutkan sebelumnya. Akan tetapi, pihak Kepolisian sebelum melakukan penyitaan harus memperhatikan ketentuan lain yang diatur dalam Pasal 32 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, yaitu:
- Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan.
- Pengemudi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi.
- Terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan persyaratan layak jalan kendaraan bermotor.
- Kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana, atau digunakan untuk melakukan tindak pidana.
- Kendaraan bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat.
Mengacu pada ketentuan normatif Pasal 32 ayat (6) PP No 80 Tahun 2012 di atas, Kita dapat mengetahui bahwa pihak Kepolisian tidak dapat melakukan tindakan penyitaan terhadap mobil Porsche 718 dengan alasan “hanya untuk membuat efek jera”.